Bentuk-Bentuk Kekerasan di Lingkungan Sekolah

Berikut ini enam macam bentuk kekerasan yang sering terjadi di lingkungan sekolah.
kekerasan di sekolah

Masalah kekerasan merupakan persoalan yang harus ditanggulangi bersama. Sayangnya, bentuk-bentuk kekerasan masih sering kita lihat hampir di setiap institusi pendidikan. Padahal sekolah seharusnya menjadi tempat persemaian budi pekerti dan penanaman akhlak mulia yang notabene jauh dari tindak-tindak kekerasan.

Penting untuk memahami bentuk-bentuk kekerasan yang biasa terjadi di lingkungan sekolah, sebelum para guru dan pihak terkait mengidentifikasi dan mencari solusi atas praktik kekerasan yang terjadi di sekolahnya. Namun, masih banyak juga yang memahami kekerasan dalam arti sempit, sehingga terlambat menangani sampai anak didik mengalami masalah fisik dan psikis.

Saat ini sudah ada aturan yang mengharuskan semua sekolah membentuk Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Sekolah (TPPK). Dengan adanya tim ini, diharapkan semua bentuk kekerasan lebih cepat teridentifikasi sehingga tidak sampai menimbulkan gangguan fisik dan mental siswa.

Mengutip dari Permendikbudristek Nomor 46 Tahun 2023, bentuk kekerasan terdiri atas:

  1. kekerasan fisik
  2. kekerasan psikis
  3. perundungan
  4. kekerasan seksual
  5. diskriminasi dan intoleransi
  6. kebijakan yang mengandung kekerasan
  7. bentuk kekerasan lainnya.

Bentuk kekerasan di atas dapat dilakukan secara fisik, verbal, non verbal, dan/atau melalui media teknologi informasi dan komunikasi.

Berikut ini penjelasan dari enam bentuk kekerasan di sekolah:

Kekerasan Fisik

kekerasan fisik di sekolah
Kekerasan fisik dilakukan oleh pelaku kepada korban dengan kontak fisik oleh pelaku kepada korban dengan atau tanpa menggunakan alat bantu.

Kekerasan fisik dapat berupa:

  • tawuran atau perkelahian massal
  • penganiayaan
  • perkelahian
  • eksploitasi ekonomi melalui kerja paksa untuk memberikan keuntungan ekonomi bagi pelaku
  • pembunuhan
  • perbuatan lain yang dinyatakan sebagai kekerasan fisik dalam ketentuan peraturan perundang- undangan.

Kekerasan Psikis

kekerasan psikis di sekolah
Kekerasan psikis adalah setiap perbuatan nonfisik yang dilakukan bertujuan untuk merendahkan, menghina, menakuti, atau membuat perasaan tidak nyaman.

Kekerasan psikis dapat berupa:

  • pengucilan
  • penolakan
  • pengabaian
  • penghinaan
  • penyebaran rumor
  • panggilan yang mengejek
  • intimidasi
  • teror
  • perbuatan mempermalukan di depan umum
  • pemerasan
  • perbuatan lain yang sejenis.

Perundungan

perundungan
Perundungan kekerasan fisik dan kekerasan psikis seperti yang dijelaskan di atas, yang dilakukan secara berulang karena ketimpangan relasi kuasa.

Kekerasan seksual

kekerasan seksual di sekolah
Kekerasan seksual merupakan setiap perbuatan merendahkan, menghina, melecehkan, dan/atau menyerang tubuh, dan/atau fungsi reproduksi seseorang, karena ketimpangan relasi kuasa dan/atau gender, yang berakibat atau dapat berakibat penderitaan psikis dan/atau fisik termasuk yang mengganggu kesehatan reproduksi seseorang dan hilang kesempatan melaksanakan pendidikan dan/atau pekerjaan dengan aman dan optimal.

Kekerasan seksual dapat berupa:

  • penyampaian ujaran yang mendiskriminasi atau melecehkan tampilan fisik, kondisi tubuh, dan identitas gender korban
  • perbuatan memperlihatkan alat kelamin dengan sengaja
  • penyampaian ucapan yang memuat rayuan, lelucon, dan/atau siulan yang bernuansa seksual pada korban
  • perbuatan menatap korban dengan nuansa seksual dan/atau membuat korban merasa tidak nyaman
  • pengiriman pesan, lelucon, gambar, foto, audio, dan/atau video bernuansa seksual kepada korban
  • perbuatan mengambil, merekam, dan/atau mengedarkan foto dan/atau rekaman audio dan/atau visual korban yang bernuansa seksual
  • perbuatan mengunggah foto tubuh dan/atau informasi pribadi korban yang bernuansa seksual
  • penyebaran informasi terkait tubuh dan/atau pribadi korban yang bernuansa seksual
  • perbuatan mengintip atau dengan sengaja melihat korban yang sedang melakukan kegiatan secara pribadi dan/atau pada ruang yang bersifat pribadi
  • perbuatan membujuk, menjanjikan, atau menawarkan sesuatu korban untuk melakukan transaksi atau kegiatan seksual
  • pemberian hukuman atau sanksi yang bernuansa seksual
  • perbuatan menyentuh, mengusap, meraba, memegang, memeluk, mencium, dan/atau menggosokkan bagian tubuhnya pada tubuh korban
  • perbuatan membuka pakaian korban
  • pemaksaan terhadap korban untuk melakukan transaksi atau kegiatan seksual
  • praktik budaya komunitas peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan yang bernuansa kekerasan seksual
  • percobaan perkosaan walaupun penetrasi tidak terjadi
  • perkosaan termasuk penetrasi dengan benda atau bagian tubuh selain alat kelamin
  • pemaksaan atau perbuatan memperdayai korban untuk melakukan aborsi
  • pemaksaan atau perbuatan memperdayai korban untuk hamil
  • pembiaran terjadinya kekerasan seksual dengan sengaja
  • pemaksaan sterilisasi
  • penyiksaan seksual
  • eksploitasi seksual
  • perbudakan seksual
  • tindak pidana perdagangan orang yang ditujukan untuk eksploitasi seksual dan/atau
  • perbuatan lain yang dinyatakan sebagai kekerasan seksual dalam ketentuan peraturan perundang- undangan.

Dalam hal korban merupakan peserta didik berusia anak atau penyandang disabilitas, kekerasan seksual dilakukan dengan persetujuan atau tanpa persetujuan korban.

Dalam hal korban sebagai pendidik, tenaga kependidikan, atau orang dewasa lainnya, perbuatan di atas merupakan kekerasan seksual jika dilakukan tanpa persetujuan korban.

Tanpa persetujuan korban sebagaimana dimaksud, tidak berlaku bagi korban sebagai pendidik, tenaga kependidikan, atau orang dewasa lainnya yang dalam kondisi:

  • mengalami situasi dimana pelaku mengancam, memaksa, dan/atau menyalahgunakan kedudukannya
  • mengalami kondisi di bawah pengaruh obat-obatan, alkohol, dan/atau narkoba
  • mengalami sakit, tidak sadar, tidak berdaya, atau tertidur
  • memiliki kondisi fisik dan/atau psikologis yang rentan
  • mengalami kelumpuhan atau hambatan motorik sementara (tonic immobility)
  • mengalami kondisi terguncang.

Diskriminasi dan Intoleransi

diskriminasi di sekolah
Diskriminasi dan intoleransi merupakan setiap perbuatan kekerasan dalam bentuk pembedaan, pengecualian, pembatasan, atau pemilihan berdasarkan suku/etnis, agama, kepercayaan, ras, warna kulit, usia, status sosial ekonomi, kebangsaaan, jenis kelamin, dan/atau kemampuan intelektual, mental, sensorik, serta fisik.

Bentuk tindakan diskriminasi dan intoleransi dapat berupa:

a. larangan untuk:

  1. menggunakan seragam/pakaian kerja bagi peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan mengenai pengaturan seragam sekolah maupun seragam pendidik dan tenaga kependidikan
  2. mengikuti mata pelajaran agama/kepercayaan yang diajar oleh pendidik sesuai dengan agama/kepercayaan peserta didik yang diakui oleh pemerintah
  3. mengamalkan ajaran agama atau kepercayaan yang sesuai keyakinan agama atau kepercayaan yang dianut oleh peserta didik, pendidik, atau tenaga kependidikan

b. pemaksaan untuk:

  1. menggunakan seragam/pakaian kerja bagi peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pengaturan seragam sekolah
  2. mengikuti mata pelajaran agama/kepercayaan yang diajar oleh pendidik yang tidak sesuai dengan agama/kepercayaan peserta didik yang diakui oleh Pemerintah dan/atau
  3. mengamalkan ajaran agama atau kepercayaan yang tidak sesuai keyakinan agama atau kepercayaan yang dianut oleh peserta didik, pendidik, atau tenaga kependidikan
  4. mengistimewakan calon pemimpin/pengurus organisasi berdasarkan latar belakang identitas tertentu di satuan pendidikan

d. larangan atau pemaksaan kepada peserta didik, pendidik, atau tenaga kependidikan untuk:

  1. mengikuti atau tidak mengikuti perayaan hari besar keagamaan yang dilaksanakan di satuan pendidikan yang berbeda dengan agama dan kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan yang diyakininya dan
  2. memberikan donasi/bantuan dengan alasan latar belakang suku/etnis, agama, kepercayaan, ras, warna kulit, usia, status sosial ekonomi, kebangsaaan, jenis kelamin, dan/atau kemampuan intelektual, mental, sensorik, serta fisik

e. perbuatan mengurangi, menghalangi, atau tidak memberikan hak atau kebutuhan peserta didik, untuk:

  1. mengikuti proses penerimaan peserta didik
  2. menggunakan sarana dan prasarana belajar dan/atau akomodasi yang layak
  3. menerima bantuan pendidikan atau beasiswa yang menjadi hak peserta didik
  4. memiliki kesempatan dalam mengikuti kompetisi
  5. memiliki kesempatan untuk mengikuti pelatihan atau melanjutkan pendidikan pada jenjang berikutnya
  6. memperoleh hasil penilaian pembelajaran
  7. naik kelas
  8. lulus dari satuan pendidikan
  9. mengikuti bimbingan dan konsultasi
  10. memperoleh dokumen pendidikan yang menjadi hak peserta didik
  11. memperoleh bentuk layanan pendidikan lainnya yang menjadi hak peserta didik
  12. menunjukkan/menampilkan ekspresi terhadap seni dan budaya yang diminati dan/atau
  13. mengembangkan bakat dan minat peserta didik sesuai dengan sumber daya atau kemampuan yang dimiliki oleh satuan pendidikan

f. perbuatan mengurangi, menghalangi, atau membedakan hak dan/atau kewajiban pendidik atau tenaga kependidikan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan dan/atau

g. perbuatan diskriminasi dan intoleransi lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.

Kebijakan yang Mengandung Kekerasan

kebijakan yang mengandung kekerasan
Kebijakan yang mengandung kekerasan merupakan kebijakan yang berpotensi atau menimbulkan terjadinya kekerasan yang dilakukan oleh pendidik, tenaga kependidikan, anggota komite sekolah, kepala satuan pendidikan, dan/atau kepala Dinas Pendidikan.

Kebijakan yang mengandung kekerasan meliputi kebijakan tertulis maupun tidak tertulis. Kebijakan tertulis meliputi surat keputusan, surat edaran, nota dinas, pedoman, dan/atau bentuk kebijakan tertulis lainnya. Kebijakan tidak tertulis dapat berupa himbauan, instruksi, dan/atau bentuk tindakan lainnya.


Demikianlah bentuk-bentuk kekerasan di lingkungan sekolah yang harus kita pahami bersama. Dengan mencermati setiap detail di atas, maka setiap kejadian kekerasan akan lebih cepat teridentifikasi dan dicarikan solusi bersama antara guru, komite, orang tua dan masyarakat sekitar.

Sumber:
Permendikbudristek Nomor 46 tahun 2023

Guru biasa yang ingin belajar dan berbagi.